Definisi Ushul Fikih Ditinjau dari Aspek Etimologis dan Terminologis (Ushul #1)
Pengantar: Definisi Ushul Fikih dari Dua Sudut Pandang
Pendahuluan
Ilmu Ushul Fikih merupakan salah satu disiplin ilmu paling mendasar dalam studi Islam, karena menjadi landasan dalam memahami dan menetapkan hukum-hukum syariat. Ilmu ini dapat didefinisikan dari dua sudut pandang, yaitu berdasarkan susunan katanya (etimologis) dan berdasarkan penggunaannya sebagai nama suatu disiplin ilmu (terminologis).
Pertama: Definisi Berdasarkan Susunan Kata (Etimologis)
Ushul Fikih merupakan susunan idhafah (penyandaran), terdiri dari dua kata: "Ushul" (أصول) sebagai kata pertama (yang disandarkan) dan "Fikih" (الفقه) sebagai kata kedua (yang menjadi sandaran). Oleh karena itu, untuk memahami makna keseluruhannya, harus terlebih dahulu dijelaskan makna masing-masing kata.
Kedua: Definisi Sebagai Nama Ilmu Tertentu (Terminologis)
Yang dimaksud di sini adalah definisi Ushul Fikih sebagai sebuah nama khusus (title) bagi disiplin ilmu yang dikenal dalam khazanah keilmuan Islam. Ini disebut sebagai laqab (julukan), bukan sekadar ‘alam (nama), karena menunjukkan keagungan dan ketinggian kedudukan ilmu tersebut.
Ibnu Amir al-Hajj berkata:
عَبَّروا باللَّقَبِ لا العَلَمِ ليُشعِروا برِفعَةِ مُسَمَّاه...؛ لأنَّ اللَّقَبَ عَلَمٌ مُشعِرٌ مَعَ تَمييزِ المُسَمَّى برِفعَتِه أو ضَعتِه
(... Mereka menggunakan istilah "laqab" bukan "‘alam" agar menunjukkan kemuliaan makna yang ditunjuk; karena laqab adalah nama yang menunjukkan keutamaan atau kerendahan maknanya).
Lihat: at-Taqrir wat-Tahbir (1/23).
Perbedaan Antara Dua Pendekatan Definisi
Terdapat beberapa perbedaan antara dua pendekatan ini:
1. Dari sisi struktur:
Jika ditinjau sebagai idhafah (penyandaran), maka ia adalah susunan yang memerlukan pemahaman atas bagian-bagiannya.
Jika sebagai laqab (nama ilmu), maka ia dianggap satu kesatuan dan tidak perlu melihat bagian-bagiannya.
2. Tujuan dan fungsi:
Istilah laqab adalah penamaan langsung untuk suatu ilmu, sedangkan idhafah adalah jalan untuk sampai pada makna tersebut.
3. Kandungan makna:
Definisi laqab mencakup tiga hal:
o Pengetahuan tentang dalil-dalil,
o Cara mengambil hukum dari dalil,
o Keadaan orang yang mengambil hukum (mujtahid).
Adapun secara idhafah, ia hanya merujuk pada dalil-dalil saja.
Ar-Razi berkata:
المُرَكَّبُ لا يُمكِنُ أن يُعلَمَ إلَّا بعدَ العِلمِ بمُفرَداتِه لا مِن كُلِّ وجهٍ، بل مِن الوَجهِ الذي لأجلِه يَصِحُّ أن يَقعَ التَّركيبُ فيه، فيَجِبُ علينا تَعريفُ الأصلِ والفِقهِ، ثُمَّ تعريفُ أُصولِ الفِقهِ
"Susunan tidak bisa dipahami kecuali setelah memahami bagian-bagiannya, bukan dari segala sisi, tetapi dari sisi yang menyebabkan terjadinya susunan itu. Maka wajib mendefinisikan 'ashl' dan 'fiqh', kemudian mendefinisikan 'ushul al-fiqh'."
Lihat: al-Mahshul (1/78).
Bagian Pertama: Definisi “Ushul” Secara Bahasa
Makna “Ashl” dalam Bahasa Arab
“Ashl” (الأصل) adalah bentuk tunggal dari “Ushul” (أصول), yang bermakna sesuatu yang menjadi dasar dan tempat bertumpu sesuatu yang lain.
Asy-Syaukani menjelaskan:
الانبناءُ العَقليُّ، كانبناءِ الحُكمِ على دَليلِه، يَندَرِجُ تَحتَ مُطلَقِ الانبناءِ؛ لأنَّه يَشمَلُ الانبناءَ الحِسِّيَّ، كانبناءِ الجِدارِ على أساسِه، والانبناءَ العَقليَّ، كانبناءِ الحُكمِ على دَليلِه، ولمَّا كان مُضافًا إلى الفِقهِ هنا، وهو مَعنًى عَقليٌّ، دَلَّ على أنَّ المُرادَ الانبناءُ العَقليُّ
"Yang dimaksud adalah dasar secara akal, seperti hukum yang dibangun di atas dalil. Ini termasuk dalam makna umum 'bangunan', yang mencakup bangunan secara indrawi seperti tembok di atas fondasi, dan bangunan secara akal seperti hukum yang dibangun atas dalil."
Lihat: Irsyad al-Fuhul (1/17).
Ibnu Faris berkata:
والأصلُ: أساسُ الشَّيءِ؛
"Ashl adalah dasar sesuatu."
Lihat: Maqayis al-Lughah (1/109).
Dalil Penggunaan Kata “Ashl” dalam Al-Qur’an
Terdapat dua ayat dalam Al-Qur’an yang menggunakan kata “ashl” dalam makna “dasar” atau “fondasi”:
1. Surat Ibrahim: 24
﴿ أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ ﴾
"Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit."
(QS. Ibrahim: 24)
2. Surat al-Hasyr: 5
﴿ مَا قَطَعْتُم مِّن لِّينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَى أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ ﴾
"Apa saja pohon kurma yang kamu tebang atau kamu biarkan tumbuh berdiri di atas akarnya, maka itu dengan izin Allah..."
(QS. Al-Hasyr: 5)
Bagian Kedua: Definisi “Ashl” secara Istilah (Terminologis)
Dalam istilah para ulama, “ashl” memiliki beberapa makna:
1. Yang dijadikan acuan dalam qiyas:
Contohnya: Khamr adalah ashl dari nabidz, artinya nabidz diqiyaskan kepada khamr dalam keharamannya.
2. Kaidah umum yang terus berlaku:
Seperti: Asalnya bangkai itu haram, kecuali dalam kondisi darurat.
3. Yang lebih kuat atau rajih:
Seperti: Asalnya kata itu digunakan dalam makna hakiki.
4. Dalil:
Seperti: Ashl dari masalah ini adalah Al-Qur’an dan Sunnah, artinya dalilnya.
Contoh dalil:
﴿ أَقِيمُوا الصَّلَاةَ ﴾
"Dirikanlah shalat!"
Ini adalah dalil wajibnya shalat, dan karena itu disebut sebagai "ashl" dalam masalah ini. (QS. Al-An'am: 72)
5. Hal yang dianggap tetap (istishab):
Contohnya: Asalnya seseorang dalam keadaan suci, kecuali ada bukti yang menunjukkan batalnya wudhu.
Makna yang Paling Tepat dalam Ushul Fikih
Dari berbagai makna tersebut, makna yang paling mendekati untuk konteks Ushul Fikih adalah makna keempat: “ashl” sebagai dalil. Ini sesuai dengan makna bahasa “yang menjadi dasar sesuatu” karena hukum-hukum fiqih dibangun atas dasar dalil-dalil tersebut.
Pengertian Fikih: Secara Bahasa dan Istilah
Bagian Ketiga: Pengertian Fikih secara Bahasa (Lughah)
Secara bahasa, kata "fikih" (الفقه) bermakna "pemahaman" (الفهم).
الفِقهُ لُغةً: الفَهمُ
"Fikih secara bahasa berarti: pemahaman." (Lihat: al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur’ān, ar-Rāghib al-Aṣfahānī, hlm. 371)
Ini adalah makna yang masyhur dan dianut oleh mayoritas ulama. Pemahaman ini didasarkan pada sejumlah ayat Al-Qur'an, di antaranya:
فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا
"Maka mengapa kaum ini hampir-hampir tidak memahami (يفقهون) pembicaraan sedikit pun?" (QS. An-Nisa: 78)
Dalam ayat ini, kata "يفقهون" berarti "mereka memahami."
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي
"Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka memahami perkataanku." (QS. Thaha: 27–28)
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِّمَّا تَقُولُ
"Mereka berkata: 'Wahai Syu’aib, kami tidak memahami banyak dari apa yang kamu katakan'."(QS. Hud: 91)
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
مَن يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan membuatnya memahami (يفقهه) agama ini."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Makna dari "يفقهه في الدين" adalah "Allah menjadikannya memahami agama."
Beberapa ulama menjelaskan pengertian fikih menurut bahasa:
• Al-Qarāfī rahimahullāh mengutip dari Abu Ishaq asy-Syirāzī bahwa:
"الفِقْهُ هو فَهْمُ الدَّقَائِقِ"
"Fikih adalah memahami perkara-perkara yang mendalam."
(Lihat: al-Furūq, al-Qarāfī, 1/190)
• Abu al-Husain al-Basrī dan Fakhruddin ar-Rāzī juga memaknai fikih sebagai:
"فهم مراد المتكلم من كلامه"
"Memahami maksud dari pembicara melalui ucapannya."
(Lihat: al-Mu‘tamad, Abu al-Husain al-Basrī, 1/8; al-Mahsūl, ar-Rāzī, 1/6)
• Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:
"والفقه أخص من الفهم، وهو فهم مراد المتكلم من كلامه، وهذا قدر زائد على مجرد فهم الوضع اللغوي."
"Fikih itu lebih khusus dari sekadar pemahaman. Ia adalah memahami maksud pembicara dari ucapannya, dan ini adalah tambahan dari sekadar memahami makna bahasa."
(I‘lam al-Muwaqqi‘īn, Ibn al-Qayyim, 1/438)
Bagian Keempat: Pengertian Fikih secara Istilah (Istilah Ulama Ushul)
Secara istilah, fikih adalah:
العِلمُ بالأحكامِ الشَّرعيَّةِ العَمَليَّةِ، المُكتَسَبُ مِن أدِلَّتِها التَّفصيليَّةِ
"Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amali (praktikal), yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang rinci." (Lihat: al-Mustashfā, al-Ghazālī, 1/8; al-Mahsūl, ar-Rāzī, 1/5; al-Bahr al-Muhīṭ, az-Zarkashī, 1/5)
Ini adalah definisi yang paling banyak dipilih oleh para ulama, sebagaimana disebutkan oleh al-Baidhawi, as-Subki, dan lainnya.
Penjelasan Definisi:
• العلم (ilmu):
Yang dimaksud adalah persepsi (إدراك) yang mencakup dugaan kuat (zhann) dan keyakinan (yaqin), bukan sekadar pengetahuan pasti. Karena hukum-hukum fikih terkadang bersifat qath’i (pasti) dan terkadang zhanni (dugaan kuat).
• بالأحكام الشرعية (hukum-hukum syar’i):
Maksudnya adalah hukum-hukum yang berasal dari syariat Islam (dari wahyu Al-Qur’an dan Sunnah). Ini mengecualikan hukum-hukum akal, indrawi, bahasa, atau eksperimen. (Lihat: al-Mahalli ‘ala Jam‘ al-Jawāmi‘, 1/35)
• العملية (bersifat amali):
Artinya berkaitan dengan perbuatan manusia seperti shalat, zakat, puasa, dan jual beli. Ini tidak mencakup persoalan akidah. (Lihat: at-Tanqīh wa Syarḥuhu, al-Usyī, 1/6)
• المكتسب (yang diperoleh):
Maksudnya melalui usaha istinbāṭ (penggalian hukum). Maka ilmu laduniyah (langsung dari Allah) seperti yang dimiliki Nabi ﷺ tidak disebut fikih dalam istilah ini.
(Lihat: al-Bahr al-Muhīṭ, az-Zarkashī, 1/6)
• من أدلتها التفصيلية (dari dalil-dalil terperinci):
Yaitu dalil-dalil yang bersifat partikular, seperti ayat atau hadits tertentu untuk satu hukum. Ini membedakan fikih dari ilmu Ushul Fikih, yang membahas dalil-dalil secara umum.
Contoh:
Firman Allah:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ
"Diharamkan atas kalian bangkai." (QS. Al-Ma’idah: 3)
Ini adalah dalil terperinci atas haramnya seluruh bagian dari bangkai.
Tim Belajar Syariah
Posting Komentar untuk "Definisi Ushul Fikih Ditinjau dari Aspek Etimologis dan Terminologis (Ushul #1)"
Posting Komentar
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda