Pura-Pura Menangis dalam Shalat
1. Menangis dalam Shalat sebagai Tanda Khusyuk
Menangis dalam shalat adalah salah satu tanda kekhusyukan hati. Khusyuk adalah kondisi hati yang dipenuhi rasa takut, kesadaran akan pengawasan Allah, dan perasaan hina di hadapan-Nya. Pengaruh khusyuk ini tampak pada anggota tubuh dengan ketenangan, dan dapat mendorong seseorang untuk menangis dalam shalat karena takut kepada Allah.
Allah Ta'ala memuji orang-orang yang khusyuk dalam shalat, sebagaimana dalam firman-Nya:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya". (QS. Al-Mu’minun: 1-2)
Menangis dalam shalat karena rasa takut kepada Allah adalah tindakan yang disyariatkan dan dianjurkan. Allah Ta’ala berfirman:
وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا
"Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'". (QS. Al-Isra’: 109)
Menangis dalam shalat juga dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Misalnya, Abdullah bin Asy-Syakhir meriwayatkan bahwa beliau melihat Nabi ﷺ shalat, dan mendengar suara tangis dari perut beliau seperti gemuruh panci yang mendidih (HR. Nasa’i: 1214).
2. Pura-Pura Menangis dalam Shalat
Hadits yang menyebutkan bahwa seseorang sebaiknya pura-pura menangis jika tidak bisa menangis saat membaca Al-Qur'an adalah lemah (dhaif). Hadits tersebut berbunyi:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ نَزَلَ بِحُزْنٍ، فَإِذَا قَرَأْتُمُوهُ فَابْكُوا، فَإِنْ لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا
"Sungguh Al-Qur’an ini telah turun dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya, menangislah. Jika kalian tidak bisa menangis, maka pura-pura-lah menangis." (HR. Ibnu Majah: 1337)
Para ulama, termasuk Syaikh Al-Albani, menilai hadits ini lemah. Makna "pura-pura menangis" dalam konteks hadits ini, seandainya dianggap sahih, adalah merasakan kesedihan dalam hati, bukan dengan mengeluarkan suara tangisan yang dibuat-buat. Memaksa diri untuk menangis dengan suara yang dibuat-buat adalah tindakan yang berlebihan dan tidak disukai dalam Islam. Bahkan, beberapa ulama menyatakan bahwa dengan sengaja menimbulkan suara keras saat menangis bisa membatalkan shalat.
3. Hukum Menangis dan Pura-Pura Menangis dalam Shalat
Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya mengenai hukum berpura-pura menangis. Beliau menyatakan bahwa hadits yang menganjurkan berpura-pura menangis lemah, dan tidak perlu berlebihan dalam menangis. Jika tidak bisa menangis, seseorang sebaiknya tidak memaksakan diri untuk menangis dengan suara yang mengganggu orang lain.
Syaikh Utsaimin juga menegaskan bahwa berpura-pura menangis dalam shalat tidak dianjurkan. Sebaliknya, seseorang sebaiknya fokus pada tadabbur (merenungkan) makna ayat-ayat Allah dalam shalat, yang dengan itu hatinya akan menjadi lembut dan khusyuk. Jika menangis muncul sebagai dampak dari khusyuk tersebut, itu adalah hal yang disyariatkan. Namun, menangis yang dibuat-buat tidaklah disukai dalam Islam.
Kesimpulan:
Menangis dalam shalat sebagai bentuk kekhusyukan adalah hal yang disyariatkan dan dianjurkan. Namun, berpura-pura menangis dengan suara yang dibuat-buat tidak dianjurkan dan bisa dianggap berlebihan. Fokus dalam shalat sebaiknya pada khusyuk dan tadabbur, bukan pada tampilan luar yang mungkin justru mengganggu ibadah.
Tim Belajar Syariah
Post a Comment for "Pura-Pura Menangis dalam Shalat"
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda