Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Kewajiban Puasa Ramadhan

Sejarah Kewajiban Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun 2 Hijriah. Rasulullah selama hidupnya berpuasa sebanyak sembilan kali. Puasa Ramadhan mengalami tiga fase sebelum akhirnya diwajibkan.
Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut:

1. Fase Pertama

Puasa diwajibkan dengan diberi pilihan. Maksudnya, puasa Ramadhan saat pertama kali diwajibkan disertai pilihan apakah mengerjakan puasa atau memberi makan satu orang miskin setiap harinya, tetapi puasa lebih diutamakan. Dasarnya ialah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ * أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah [2]: 183-184)

Salamah bin Akwa berkata:
كُنَّا فِي رَمَضَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ فَافْتَدَى بِطَعَامٍ مِسْكِينٍ حَتَّى أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ﴿ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
"Kami ketika menghadapi Ramadhan pada zaman Rasulullah barang siapa yang ingin puasa maka boleh berpuasa, dan barang siapa yang ingin berbuka maka dia memberi makan seorang miskin, hingga turun ayat Allah ini: "Barang siapa yang melihat bulan maka hendaknya dia berpuasa." (HR. Bukhari No. 4507, Muslim No. 1145) (Zadul Ma’ad 2/30 Ibnul Qayyim)

2. Fase Kedua

Wajib puasa Ramadhan, tetapi barang siapa tidur sebelum matahari tenggelam tidak boleh berbuka hingga hari berikutnya.
Waktu berbuka adalah dari tenggelam matahari sampai tertidur di malam hari. Jika sudah tidur, maka waktu berbuka sudah habis, meskipun masih malam (belum terbit fajar) dan meskipun mereka belum menyantap makanan. Hal ini sebagaimana hadits berikut ini,
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا، فَحَضَرَ الإِفْطَارُ، فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَلاَ يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الأَنْصَارِيَّ كَانَ صَائِمًا، فَلَمَّا حَضَرَ الإِفْطَارُ أَتَى امْرَأَتَهُ، فَقَالَ لَهَا: أَعِنْدَكِ طَعَامٌ؟ قَالَتْ: لاَ وَلَكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ، وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ، فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ، فَجَاءَتْهُ امْرَأَتُهُ، فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ: خَيْبَةً لَكَ، فَلَمَّا انْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ: {أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ} [البقرة: 187] فَفَرِحُوا بِهَا فَرَحًا شَدِيدًا، وَنَزَلَتْ: {وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأَسْوَدِ} [البقرة: 187]
“Dahulu jika sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dan tiba waktu berbuka, dan mereka tidur sebelum berbuka puasa, maka tidak boleh makan di waktu malam dan siang hari (berikutnya) sampai sore hari lagi. Qais bin Shirmah Al-Anshari pernah berpuasa, dan ketika tiba waktu berbuka dia mendatangi istrinya dan bertanya,’Apakah ada makanan?’
Istrinya menjawab,’Tidak, namun aku akan pergi mencarikan makanan untukmu.’ Pada hari itu, Qais bekerja seharian sehingga dia pun tertidur (ketika menunggu istrinya mencari makanan, pen.). Ketika istrinya tiba kembali dan melihat Qais tertidur, istrinya berkata,’Khaibah [5] untukmu.’ Di siang harinya Qais pun terbangun dan menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat (yang artinya),”Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan puasa untuk berhubungan badan dengan istrimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)
Para sahabat pun sangat gembira, lalu turunlah ayat (yang artinya),”Dan makan minumlah sehingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 187)” (HR. Bukhari no. 1915) dan itulah fase ketiga.

3. Fase Ketiga

Wajibnya puasa Ramadhan dimulai sejak terbit fajar kedua hingga tenggelamnya matahari. Apabila matahari telah terbenam maka orang yang puasa boleh berbuka. Fase terakhir (ketiga) ini menghapus fase sebelumnya dan tetap berlaku hingga hari kiamat. (ash-Shiyam fil Islam hlm. 52–55 Sa’id bin Ali al-Qahthani).

Kapan Puasa Ramadhan Diwajibkan?
Imam Ibnul Qayyim mengatakan: "Tatkala menundukkan jiwa dari perkara yang disenangi termasuk perkara yang sulit dan berat, maka kewajiban puasa Ramadhan tertunda hingga setengah perjalanan Islam setelah hijrah. Ketika jiwa manusia sudah mapan terhadap perkara tauhid dan shalat, serta perintah-perintah dalam al- Qur'an, maka kewajiban puasa Ramadhan mulai diberlakukan secara bertahap. Kewajiban puasa Ramadhan jatuh pada tahun ke-2 Hijriah. Tatkala Rasulullah wafat, beliau sudah mengalami sembilan kali puasa Ramadhan." (Zadul Ma’ad 2/29 Ibnul Qayyim).


Post a Comment for "Sejarah Kewajiban Puasa Ramadhan"