Hukum Shalat di Atas Pesawat
Sebagian kalangan mempertanyakan dan mempermasalahkan hukum melakukan ibadah shalat di atas pesawat terbang, sah ataukah tidak.
Sebagian berpendapat bahwa shalat di atas pesawat tidak sah ka- rena tidak menempel dengan bumi, tidak tenang, dan banyak bergerak sehingga tidak sempurna shalatnya, tidak mengetahui arah qiblat, dan sebagainya. Namun, pendapat yang benar ialah yang mengatakan bahwa shalat di atas pesawat adalah sah berdasarkan argumen-argumen sebagai berikut:
1. Bertaqwalah semampu mungkin
Kita telah mengetahui bahwa pesawat merupakan salah satu nikmat Allah sehingga menaikinya adalah boleh. Sementara itu, berdasarkan dalil-dalil al-Qur'an dan as-Sunnah serta ijma' ulama', Allah tidak membebani manusia kecuali semampu mereka. Allah berfirman:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS al-Baqarah [2]: 286)
فاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesang- gupanmu. (QS at-Taghabun [64]: 16)Rasulullah bersabda:
فإذا أمرتكُم بِشَيْ فأتوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Apabila aku memerintah kalian untuk melakukan sesuatu maka lakukanlah semampu kalian." (HR al-Bukhari: 13/219, Muslim: 1337)Nah, seseorang yang telah shalat dalam pesawat berarti telah melakukan perintah semampunya.
2. Pesawat terbang bisa disamakan hukumnya dengan kapal,
Rasulullah pernah ditanya tentang shalat di atas perahu. Beliau menjawab:
صَلَّ قَائِمًا إن لم تخف الغرق
"Shalatlah dengan berdiri, kecuali apabila kamu takut tenggelam. " (HR al-Hakim 1/275, ad-Daraquthni 1/395, al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 3/155; dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Ashlu Shifat Shalat Nabi 1/101).Para ulama' sepakat tentang sahnya shalat di atas perahu (kapal) karena kapal memang sudah ada pada zaman para shahabat (Lihat Ahkamuth Tha'irah hlm. 136 oleh Hasan al-Buraiki, ad-Durar ats-Tsaminah fi Hukmish Shalat 'ala Safinah oleh Ahmad al-Hamawi (tahqiq: Masyhur Ha- san).
Kalau shalat di atas kapal saja hukumnya sah maka begitu pula di atas pesawat.
Asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi berkata: "Apabila al- Qur'an, hadits, dan ijma' telah menunjukkan sahnya shalat di atas kapal laut maka ketahuilah bahwa tidak ada perbedaan hukum antara kapal laut dan pesawat terbang karena keduanya sama-sama kendaraan berjalan yang seseorang bisa menjalankan shalat dengan semua rukun shalat baik berdiri, ruku', i'tidal, dan sebagainya. Bahkan pesawat terbang jauh lebih mudah daripada kapal laut." (Al-ljabah ash-Shadirah fi Shihhatis Shalah fi Tha'irah hlm. 20-21).
Asy-Syaikh al-Albani berkata: "Hukum shalat di atas pesawat se- perti shalat di atas perahu, hendaklah shalat dengan berdiri apabila mampu. Jika tidak maka shalatlah dengan duduk dan berisyarat ketika ruku' dan sujud." (Ashlu Shifat Shalat Nabi 1/102).
3. Fatwa ulama' ahli fiqih
Al-Imam an-Nawawi menyebutkan dalam al-Majmu' 3/214 sebuah permasalahan yang mirip dengan pesawat. Beliau berkata: "Dan sah shalat seorang yang diangkat di atas kasur di udara." Karena itu, para ulama' masa kini berpendapat shalat di atas pesa- wat sah. Di antara ulama' yang berpendapat demikian ialah asy- Syaikh Muhammad ibn Ibrahim alusy Syaikh, dalam Fatawa-nya 3/178-179, asy-Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi, asy-Syaikh al-Albani, dalam Ashlu Shifat Shalat Nabi 1/102, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, dalam Majmu' Fatawa wa Rasa'il 12/493, l'lamul Musafirin hlm. 46, dan lain-lain. (Fatawa Lajnah Da'imah 8/120-122).
Mengapa Dilarang?
Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa shalat di atas pesawat hukumnya sah. Adapun alasan-alasan sebagian kalangan yang mengatakan bahwa shalat di atas pesawat tidak sah adalah sangat lemah. Keterangan ringkasnya sebagai berikut:
1. Pesawat tidak menempel dengan bumi
Alasan ini sangat lemah karena buminya orang shalat adalah tempat sujud dan rukunya dan dalam hal ini ada dalam pesawat. Bukankah para ulama' telah bersepakat tentang sahnya shalat seorang di atas atap rumahnya padahal tidak menempel dengan bumi?!
2. Pesawat banyak gerak dan tidak tenang
Alasan ini juga lemah karena maksud ulama' dengan kata tenang (thuma'ninah) itu kembali kepada orang yang shalat bukan kepada tempat shalat. Bukankah para ulama' telah bersepakat tentang sahnya shalat di atas kapal laut dan kendaraan padahal keduanya lebih ba- nyak bergerak?!
3. Pesawat tidak mengetahui arah qiblat
Alasan ini pun tidak benar karena arah qiblat bisa diketahui secara jelas di pesawat oleh para pilot. Anggaplah seorang tidak tahu arah qiblat, apakah itu berarti kewajiban shalat gugur baginya? Ataukah hendaknya berusaha semaksimal mungkin dan menghadap ke arah qiblat menurut dugaannya? Tidak ragu lagi, (hal yang kedua) inilah yang harus dia lakukan (Lihat al-Ijabah ash-Shadirah fi Shihhatish Shalah fi Tha'irah hlm. 30-37).
Abu Ubaidah Yusuf Assidawi
Post a Comment for "Hukum Shalat di Atas Pesawat"
Santun dalam berkomentar, cermin pribadi anda